About Me

My photo
Merauke, Papua, Indonesia
Aku menulis untuk mengapresiasi dunia yang warna-warni, seperti pelangi. Biarlah warna-warni itu tetap warna-warni. Tak ada yang mendominasi, tak ada pula yang termarginalisasi. Semua tampil apa adanya dan setara. Semua saling memahami dengan penuh empati. Harmoni pelangi warna-warni.

Monday, October 4, 2010

Salib dari Ipul*

      Sore itu, di bulan ramadhan, aku sedang menyirami bunga dan rumput gajah di taman depan rumahku. Entah dari mana datangnya, Ipul - anak tetangga sebelah, 10 tahunan usianya -  tiba-tiba sudah berdiri di belakangku. Dia mengenakan kopiah putih. Tampaknya dia sudah mandi - aroma harum sabun mandi sempat mampir di hidungku - dan sedang menunggu waktu berbuka puasa. Tangannya memegang sebuah mainan, entah apa namanya.
      “Om, lihat mainanku,” katanya sambil memamerkan sebuah mainan mirip rubik.
      “Ooh, bagus sekali. Apa namanya itu?”
      “Nggak tahu. Bapak yang belikan di Malioboro.”

      Mainan itu terdiri dari kotak-kotak kecil warna-warni. Bedanya dengan rubik, mainan itu bisa diutak-atik menjadi berbagai macam bentuk, bisa dibuat memanjang  juga menjadi seperti tongkat.
      “Om, lihat ini!” kata Ipul setelah mengutak-atik kotak-kotak kecil yang saling tersambung itu.
      “Oh, apa itu?”
      “Dinosaurus.”
      “Wah, pinter kamu ya…”
      Jari-jari kecilnya dengan cekatan mengutak-atik mainan itu lagi.
      “Om, lihat ini!”
      “Wah, pinter. Apa itu?”
      “Huruf F"
      Begitulah, jari-jari kecilnya sangat cekatan mengubah mainan itu menjadi berbagai macam bentuk. Berkali-kali dia menunjukkan bentuk-bentuk baru yang berhasil dia buat.
      “Oh, saya tahu,” dia seperti mendapatkan ide, “Om pasti suka yang ini. Tunggu ya, Om, saya buat dulu.”
      Saya jadi penasaran, bentuk apa lagi yang akan Ipul buat. Saya perhatikan jari-jarinya dengan lincah mengutak-atik kotak-kotak kecil itu. Kadang-kadang dia berhenti, mengernyitkan dahi, dan melanjutkan lagi.
      “Ah, Om jangan lihat dulu…!” Ipul membalikkan badan dan membelakangiku. Dia tampaknya ingin memberi sebuah kejutan.
      Baiklah, saya pun hanya bisa menunggu dengan penuh penasaran.
      “JRENG…JRENG…!!” tiba-tiba Ipul berteriak sambil melompat-membalikkan badan dan menunjukkan sebuah bentuk baru yang berhasil dia buat. “Salib Yesus…!!!” teriaknya sekali lagi.
      Saya melongo.
      "Om suka ini tho…?”
      "Ooo… oh, iya, iya, betul. Saya suka itu.”
      Adzan maghrib menggema, kami harus mengakhiri cengkerama hangat kami sore itu. Ipul berlari pulang.
      “Selamat berbuka puasa, Sahabat Kecilku.”
agungndaru.wordpress.com
gambar: agungndaru.wordpress.com
*)dipublikasikan pertama kali di kompasiana.com

No comments:

Post a Comment